Artikel
Jumat, 13 Sep 2024

Politisasi Birokrasi Dan Netralitas Aparatur Sipil Negara 2024

post by Admin JDIH

@ admin
...

Pemilihan Umum tahun 2024 telah dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia pada Rabu, 14 Februari 2024. Layaknya sebuah pesta demokrasi, seluruh warga negara yang telah memenuhi syarat menurut ketentuan undang-undang berbondong-bondong menyalurkan hak pilihnya pada Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang telah ditentukan. Secara umum, pemungutan suara Pemilihan Umum kali ini terlaksana dengan aman. Hal ini tercermin dari minimnya kejadian-kejadian yang mengganggu jalannya pemungutan suara, baik gangguan oleh pihak-pihak tertentu, maupun gangguan berupa bencana alam dan/atau hal-hal lain di luar perencanaan, meskipun kemudian Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) merekomendasikan untuk digelar pemungutan suara ulang, pemungutan suara lanjutan, dan pemungutan suara susulan di beberapa daerah di seluruh Indonesia, yang kemudian juga terlaksana dengan baik.

Keterlibatan Aparatur Sipil Negara sebagai bagian dari penyelenggaraan pemilihan umum tentunya membawa implikasi dalam hal netralitas Aparatur Sipil Negara dalam melaksanakan tugasnya baik sebagai abdi negara sekaligus pelayan masyarakat secara adil dan merata, termasuk memposisikan diri secara benar dalam kontestasi politik, dimana sebagai ASN telah diatur rambu-rambu diantaranya  Kode etik dan kode perilaku yang bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan ASN serta kepentingan bangsa dan negara. ASN harus memposisikan diri secara netral dengan tetap memiliki hak-hak politik dan berpartisipasi dalam Pemilihan Umum tahun 2024.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara telah menggariskan bahwa netralitas sebagai salah satu asas Penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen ASN yang berkedudukan sebagai unsur aparatur negara, dimana ASN dituntut untuk bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik, termasuk pengaruh dan intervensi pihak yang akan menjadi kontestan pada pemilihan kepala daerah serentak tahun 2024, namun faktanya sebagian ASN telah dimanfaatkan, terkooptasi dan terjerumus kedalam fenomena politisasi birokrasi.

Pada dasarnya jabatan ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur negara guna melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan Instansi Pemerintah, dan berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik dan perekat serta pemersatu bangsa. Dalam menjalankan proses bisnis, birokrasi harus memastikan pelayanannya tersebut berkualitas dan netral. Prinsip-prinsip netralitas diantaranya adalah bebas dari intervensi, tidak boleh memihak dan objektif. ASN sebagai warga negara tentu memiliki hak pilih dalam pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah, memiliki hak untuk mengikuti kampanye serta dapat menyuarakan ide serta pendapatnya terkait politik, baik di masyarakat maupun di media sosial, namun ASN dilarang menjadi pelaksana kampanye termasuk dilarang mengajak dan mengimbau siapapun untuk memilih calon tertentu.
Regulasi peraturan perundang-undangan sudah dibuat dengan maksimal guna menjangkau segala kebutuhan hukum terkait dengan pengaturan ASN agar dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai aparatur negara dapat selalu berada dalam jalur yang benar. Hanya kemudian ada saja pihak-pihak yang selalu mencari celah dan memanfaatkannya guna pencapaian kepentingan politiknya dengan memanfaatkan birokrasi dan ASN. Untuk itu diperlukan pengawasan yang maksimal, lembaga pengawasan semacam Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Aparat Pengawasan Interen Pemerintah (APIP) perlu ditingkatkan kualitas pengawasannya. Perlu dimaksimalkan kemampuan teknis pengawasannya dan yang terpenting adalah bagaimana membentuk sumberdaya pengawasan yang memiliki integritas yang kuat, dan memiliki kompetensi yang mumpuni, yang dihasilkan melalui suatu proses seleksi yang kredibel dan transparan. Selanjutnya penegakan aturan harus tegas dan tegak lurus sesuai peraturan dan berlaku pada semua tingkatan, sebagaimana prinsip “equality before the law”, bahwa semua dipandang sama di depan hukum, dan harus dapat memberikan kepastian hukum, dengan demikian diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelanggar peraturan, dan menjadi pelajaran bagi pihak lain untuk tidak melakukan dan/atau terlibat dalam politisasi birokrasi atau pelanggaran Netralitas ASN.